Cerita Misteri Bayi Kuntilanak

Mistis

 Kisah Misteri Cerita Mistis  Bayi Kuntilanak

Berprofesi seorang dukun bayi (pembantu kelahiran bayi) yang berada di sudut perkampungan terpencil, Sumarsih tentu saja hidup hanya berkecukupan. Bukan uang puluhan, lima ribuan atau seribuan rupiah yang diterimanya seusai membantu kelahiran bayi dan rahim seorang ibu, tetapi juga dia sering menerima hasil bumi, seperti ketela pohon, kelapa, semangka atau palawija’ lain sebagai upah kepiawaian dan keringat yang mengucur dari tubuhnya untuk membantu setiap wanita yang bersalin di kampung itu.

Memang, peristiwa seperti itu begitu lazirn dalam suatu perkampungan di lingkungan penduduk yang jauh jauh dari hingar bingar perkotaan, ibarat adoh raja cedhak watu (jauh kota dekat batu). Artinya, warga yang hidup di daerah pegunungan, lereng gunung, bukit, hutan maupun jurang dengan jalan yang terjal dan naik turun. Meski begitu, Kedung Pring adalah nama sebuah kampung di mana, tempat Sumarsih tinggal warga di sana masih tampak kental dengan kehidupan gotong royong, bahu membahu maupun sambatan.


Maksud sambatan disini, bukan hanya dalam hal membangun sebuah rumah dengan tenaga dan para tetangganya yang tanpa upah. Bahkan ketika diantara mereka ada yang punya gawe, entah itu sunatan, pernikahan atau acara lain, juga dilakukan secara bahu membahu, baik dari tenaga sinoman, bahan masakan yang nanti bakal disuguhkan para hadirin, sampai melayani tamu semuanya dilakukan secara sambatan.

Sehingga kehidupan warga Kedung Pring seolah bak surga, ikatan persaudaraannya sangat kuat, kendati hasil bumi yang mereka terima tidak seberapa, dibading perdukuhan yang bertanah subur dan datar. Memang semua bahan makanan seolah sudah tersedia, meskipun apa adanya. Hal ini terjadi karena perkampungan itu tak tersentuh tangan-tangan pengambil kebijakan yang tinggal di kota besar dan tak suka blusukan.


Dengan begitu banyak petinggi pemerintah yang salah mengartikan sebuah perkampungan.

Mungkin para petinggi beranggapan orang di Kedung Pring adalah masyarakat udik yang gampang dibohongi. Padahal semestinya orang udik ini justru mendapat uluran tangan dengan cara memberi udik-udik berupa bantuan secara materi maupun pendidikan yang Iayak agar mampu memiliki kehidupan yang tidak udik, meski tinggal di udik.

Kemball kepada irama kehidupan yang dilakoni Sumarsih, karena dia seorang yang sangat menggeluti kepiawaiannya tersebut, maka rasa kemanusiaanya pun terbentuk.

Sumarsih yang usianya sudah lebih dan 50 tahun, namun dia tetap hidup sendiri di gubuk reotnya, tanpa anak, karena tidak pernah bersuami.

Ya, tempat tmnggal Sumarsih itu terletak di lereng bukit di tepi jurang. Rumah itu hanya berdinding anyaman bambu dengan cagak bambu wulung penyangga atap jerami.

Ukurannya pun tidak lebih dan 5 x 7 meter saja yang di dalammnya hanya berisi sebuah dipan sebagai tempat tidurnya yang beralaskan tikar.



Cerita Misteri Kisah Mistis Pesugihan Anak Kuntilanak



Dipan yang terbuat dari bambu itu, selain untuk menaruh tumpukan pakaian juga sekaligus digunakan untuk bantal dikala Sumarsih merebah, tidur dan beristirahat. Kalau toh ada peralatan dapur, itu hanya terdiri dari sebuah ceret, panci, piring dan gelas seng saja, karena jika memasak dan menanak nasi hanya dengan cara membakar kayu yang bagian tepinya hanya dibatasi tumpukan batu bata merah. Karuan saja kalau dinding-dinding rumahnya berwarna hitam pekat, akibt langes bekas kepulan asap kayu bakar.

Malam itu Sumarsih, terlelap dalam tidurnya yang tanpa terbuai mimpi indah. Sebab hanya dengan merebahkan tubuhnya yang sedikit bongkok dengan posisi terlentang, satu-satunya cara untuk mengusir rasa capek yang luar biasa malam itu. Karena siang dan sore tadi Sumarsih baru saja membantu kelahiran dua perempuan yang melahirkan bayinya. Bukan seperti biasanya, karena satu dari perempuan hamil itu bayinya dalam posismnya sungsang.

Dengan begitu, Sumarsih harus ekstra keras dan menguras tenaganya yang renta dalam menangani kasus kelahiran bayi sungsang di perut ibunya. Selain harus dengan hati-hati dan telaten memijat-mijat perut si wanita hamil itu, juga harus teliti mengurut bagian organ tubuh si pasen.


Tetapi berkat puluhan tahun pengalamannya sebagai dukun bayi, meski membutuhkan waktu berjam-jam, toh akhirnya bayi sungsang itu lahir dengan selamat.

Kalau sudah begitu, bukan hanya ibu si jabang bayi saja yang puas Sumarsih pun lega, kendati hanya diberi upah tak seberapa.


Karena pemberian bantuan kelahiran bayi itu dilakukan dengan benar-benar tulus, sepenuh hati dan tanpa pamrih lewat sentuhan rasa kemanusiaan yang dimllikinya. Semua terjadi, karena jiwanya telah terbentuk dari masyarakat udik di Iingkungan Dukuh Kedung Pring. Ketulusan itu gampang dilupakan Sumarsih, ketika dia tertidur kelelahan seperti malam itu.

Tiba-tiba angin berembus kencang mengarah pada satu titik, menabrak satus atunya daun pintu gubuk Sumarsih yang lagi tertidur lelap Sementara, malam sudah mulai larut, sepi bak pemukiman mati, apalagi jarak rumah satu dengan rumah lain berjauhan, membuat suasana semakin mencekam. Dan kejauhan meski sayup-sayup, namun jelas terdengar suara auman khas macan kumbang. Sumarsih pun terjaga, terhenyak sejenak, masih,dengan posisi terduduk.

Bersama kesadarannya yang belum pulih, Sumarsih sambil memandangi daun pintu yang bergerak maju mundur, seolah menendang-nendang tanpa arah, akibat hembusan angin kencang itu, membuat selot daun pintu tersebut sudah nyaris terlepas dan Iubangnya. Peristiwa itu hanya sebentar, karena selot daun pitu itupun benar-benar lepas dan lubangnya. Pintu pun terbuka lebar-lebar, hembusan angin seperti lesus itupun terus mengamuk.


Tubuh Sumarsih yang kurus terpental tegitu dahsyat, punggungnya menabrak dan menjebol dinding gubuk apuk tersebut sampai keluar. Sekuat tenaganya yang tersisa, Sumarsih berupaya untuk berdiri, meski terseok-seok tubuh perempuan renta ini mencoba melangkah dan terus bergerak menjauh mengikuti dorongan angin kencang dan punggungnya. Burung gagak di atasnya, terbang pelan menembus kepekatan malam itu, sambil bergaok-gaok menunjukan suara paraunya.


Cerita mistis misteri kisah nyata hidup kaya dari hasil pesugihan bayi kuntilanak


Gagak dan hembusan angin itu, seolah menuntun langkah Sumarsih menembus terjalnya jalan bebatuan serta rimbunnya dedaunan yang tumbuh di ranting-ranting pepohonan hutan. Jarak langkahnya tak sempat terukur, tetapi yang jelas auman khas macan kumbang sudah tak terdengar Iagi, gaok-gaok suara gagak juga senyap, karena gagak itu telah bertengger di pohon preh besar. Sejenak kesunyian kembali mencekam, ketika itu pula bulu kuduk Mbok Wagiyen terasa bergidik.

Dikesenyapan malam yang semakin tua itu, kini terdengar erangan sesambat wanita mengenakan pakaian serba putih yang hampir sekujur pakaian bagian bawah, mulai sebatas selangkangannya berwarna merah, bersimbah darah segar.Sumarsih yang semula bulu kuduknya merinding, kini tidak terasa lagi, terdorong rasa kasihan dan kemanusiaannya. Naluri pengalamannya sebagai dukun yang sudah belasan tahun itu muncul.

Serta merta tanpa ba bi bu lagi, dengan cekatan dan kelincahan jemari tangannya, Sumarsih segera memberikan pertolongan atas wanita hamil tua yang sudah saatnya melahirkan dalam keadaan ketuban yang sudah pecah itu.

Dengan tangan kirinya, Sumarsih terus saja mengelus-elus perut buncit wanita misterius yang jelas belum dikenalnya, sambil mem-boreh-kan daun pohon preh bercampur air liur dan mulut tuanya sehabis dikunyahnya sampal rata. Sedang jemari tangan kanannya merogoh dan mengobok-obok rahim wanita yang berpakaian serba putih dengan rambut panjang terurai itu.

Sorot mata wanita mistenius itu terus saja memandang tajam tingkah Sumarsih yang terus mengucurkan peluh di jidatnya. Memang agak ama, Sumarsih berupaya menyelamatkan bayi di rahim wanita ini. Mengapa?Ya, karena bayi itu kalung usus! Ususnya melilit leher bayi di dalam rahim. Jemari tangan Sumarsih terus saja bergerak, menata dan mengembalikan posisi usus itu pada tempat yang semestinya.

Sementara wanita misterius itu masih saja terus mengerang, meski sakitnya berangsurangsur berkurang.

Dan... cenger! owek.. .owek. . .owek, bayi itu lepas dan rahim wanita misterius, lahir dengan berjenis kelamin perempuan... selamat! Maka jabang bayi merah itu segera dibopong dalam gendongan Sumarsih, sambil melangkah menjauh dan ibu sang jabang bayl, guna membasuh wajah dan anggota tubuh bayi yang baru lahir itu dengan air sendang yang berada tepat di bawah pohon preh tersebut.

Baju Sumarsih yang kini menjadi compang camping, akibat tertepa angin kencang yang sebelumnya mobat mabit menerpa tubuhnya, segera dilepas untuk menyelimuti tubuh bayi yang baru lahir itu.

Di ufuk timur langit sudah nampak mulai semburat memerah, kendati bulatan matahari belum muncul, kokok ayam jantan muai terdengar saut-sautan, menandakan malam sudah berubah menjadi pagi menjelang.

Sumarsih pun sambil masih berdiri, mendongak ke belakang, dia terhenyak, karena wanita yang baru saja dibantu kelahirannya, telah menghilang tanpa bekas. Masih dalam keadaan keheranan, gagak yang dan tadi beretenggegr di dahan pohon preh itu pun mengepakan sayapnya, terbang tinggi dan lenyap pula.

Begitu pula bayi yang tadi berada digendongannya pun juga muksa, Sumarsih hanya mampu tercengang, diam sendirian bertelanjang punggung dan lengan hanya tinggal mengenakan kutang dan kain lurik berstagen putih lusuh. Kelahiran anak kuntilanak! benarkah? Begitu pikir Sumarsih, sambil terus melangkah, menyelusuri jalan terjal di perbukitan. Pagi itu hingga sore harinya, Sumarsih melakukan aktifitas seperti biasanya, layakan orang di perdukuhan.

Namun anehnya lagi, sejak kejadian itu setiap senja sudah mulai menjelang, tiba-tiba saja, di tempat tidur Sumarsih tergeletak sosok bayi perempuan yang kadang menangis dan kadang bayi itu juga dalam keadaan tertidur pulas.

Sehingga sejak itu sepanjang malam, Sumarsih harus mengasuh bayi itu, seperti layaknya bayi manusia biasa, memberi minum, membasuh popok yang basah karena ompol, juga nembang dengan lirik-lirik bahasa Jawa, Iayaknya cara tradisional seorang ibu menidurkan bayinya.

Bersamaan dengan itu pula, berangsurangsur kehidupan Sumarsih makin membaik, rejeki, kekayaan dan derajatnya semakin meningi. Kini Sumarsih, menjadi orang yang paling kaya di Dukuh Kedung Pring, ladangnya berhektar-hektar dengan tenaga penggarap puluhan orang. Namun Sumarsih, tetap saja berlaku seperti sebelumnya, dia masih bersahaja, menekuni profesinya menjadi dukun bayi yang dilakukan dengan tulus dan sepenuh hati.


Cuma. -. ada saja orang sirik, yang menebar isu kalau Sumarsih memiliki Pesugihan Bayi Kuntilanak yang bersemayam sebagai ‘penunggu’ di pohon bunga kenanga yang tumbuh di halaman depan rumahnya. Memang semerbak mewangi bau bunga kenanga itu terasa lebih menyengat bila malam tiba. Malah masalah tidak mudah berhenti, kejadian-kejadian aneh silih berganti bagai berubahnya siang dan malam. Pohon bunga kenanga itupun pernah ada orang sirik yang ingin menebangnya.


Tetapi ketika orang itu mengendapendap mendekati pohon pada malam hari, tiba-tiba saja muncul sosok kuntilanak dengan wajah khas-nya yang menyeramkan.


Memang, sejak peristiwa membantu kelahiran bayi kuntilank, pada malam-malam tertentu Sumarsih, selalu muncul sambil semadi di hadapan pohon bunga kenanga itu, sambil menyulut dupa wangi, kadang juga kemenyan dan ratus. Perilaku seperti inikah yang membuat ada saja orang sirik yang menganggap syirik perbuatan Sumarsih.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel